ARANG BRIKET KUALITAS EKSPORE



   


  Limbah kelapa sebenarnya dapat diubah menjadi produk ekonomi dan dapat memasuki pasar ekspor. Salah satunya adalah produk pada nilai ekspor adalah briket cangkang kelapa. Ini ditransmisikan oleh pendiri dan CEO PT. Tom Cococha Indonesia Asep Jembar Mlyana selama hadirnya konferensi publik di depan mahasiswa Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran, Virtual, Jumat lalu (2/7). Briket kerang kelapa memiliki potensi untuk menjadi energi alternatif yang dapat digunakan. Memang, Indonesia memiliki banyak produk kelapa, sehingga cangkang yang dihasilkan dapat digunakan untuk diubah menjadi briket. Ini dilakukan oleh ASEP dengan perusahaan yang ia dirikan. Inovasi dianggap menggantikan produksi briket dari kayu, untuk membantu menyelamatkan ekosistem hutan. ASEP menjelaskan bahwa permintaan briket kelapa di luar negeri sangat tinggi. Memang, briket banyak digunakan untuk barbiton (barbekyu) dan Shisha. Khusus untuk Shisha, penggunaan shell briket kelapa dianggap memiliki kualitas yang baik dibandingkan dengan briket lainnya. "Permintaannya sangat tinggi karena konsumsi Barbits dan Shisha di seluruh dunia sangat tinggi, lebih dari 350 ribu ton per tahun," kata ASEP, dikutip di halaman FTIP Unpad. Selain memiliki permintaan yang tinggi, aktivitas briket kelapa khususnya juga tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi. Saat ini, penjualan briket kelapa 100% dilakukan diekspor menggunakan nilai tukar mata uang. Ini berarti bahwa sektor briket dapat beroperasi secara berkelanjutan dengan ketersediaan ketersediaan limbah yang berlimpah. Tidak hanya kelapa kelapa kelapa, tetapi ASEP, juga menjelaskan, limbah kelapa kelapa juga berpotensi diubah menjadi tali. Namun, dalam pengembangannya, dibutuhkan teknologi yang tepat sehingga dapat diproduksi secara berkelanjutan

    Istikanah saat ini berhasil menjadi pengekspor briket arang di banyak negara di Timur Tengah. Omset yang dia santarkan setiap bulan dapat mencapai RP dari 1,6 hingga 2,5 miliar.

Perjalanan Istikanah untuk menjadi eksportir tidak mudah. Dia meluncurkan perusahaan bukan briket arang tetapi alat Shisa untuk rokok di Timur Tengah. Dia berbicara tentang briket arang yang sangat erat terkait dengan Shisa. Jika ada shisa, harus ada arang. Dia mengatakan memang ada permintaan briket, tetapi dia tidak segera.


Sampai awal  ia mulai menjadi broker atau briket arang yang ada di wilayahnya. Sampai dia akhirnya memperoleh pembeli dari Arab Saudi.


Hanya ibukota, orang ini Rp. 100 juta rumput gandum

Istikanah mengatakan bahwa pada waktu itu, karena batasnya, ia menghasilkan briket karbon ini dalam wadah setengah setengah 1 wadah dengan alat manual. Tetapi briket yang diproduksi berkualitas baik, sehingga permintaan mulai dinaikkan di negara -negara Timur Tengah.


Dengan memulai bisnis briket arang ini, Istikanah hanya mengatakan bahwa modal lutut karena ia menjadi broker dan mengambil produk dari orang lain. Sampai dia akhirnya bisa mendapatkan dana dari Banks for Business Development. Sekarang, setiap bulan, Istikanah dapat mengirim 7 hingga 8 kontainer setiap hari.


Istikanah juga menerima program pembinaan untuk Exporter (CPNE) baru dari Indonesian Export Financing Institute (LPEI) tahun lalu, Istikanah mengalami peningkatan kinerja ekspor. Perusahaan CV IndoaraB yang ditafsirkan juga telah menerima Instalasi Transfer Ekspor Khusus (PKE) senilai 1,5 miliar RPS, yang telah mendorong peningkatan ekspor hingga 7 ton per bulan.


Dia mengungkapkan bahwa produk briket arang yang diekspor memiliki kualitas terbaik di dunia. CV CV IndoaraB yang ditafsirkan saat ini telah mengekspor produk ke 10 negara tujuan. Menurutnya, peningkatan permintaan dari pasar asing meningkatkan kebutuhan tenaga kerja.


Baca artikel Detikfinance, "Top! Mother-Export Charcoal Selama Pandemi, Poche RP 2,5 miliar" "Baca lebih Indonesia adalah tanaman kayu. Potensi tanaman sengon




yaitu mencapai 50,08 juta atau sekitar 83,69% dari
total populasi pohon di Indonesia sedangkan sisanya
sekitar 9,76 juta pohon (16,31%) berada di luar Jawa
(Triono, 2006).
Salah satu peluang pengembangan potensi dari
kelapa dan sengon adalah dengan pemanfaatan limbah.
Perkebunan kelapa menghasilkan sisa atau limbah yang
belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah yang
dihasilkan oleh perkebunan kelapa ada tiga macam yaitu
limbah padat, limbah cair dan gas. Pemanfaatan Sengon
sebagai kayu sendiri juga menghasilkan limbah padatan
berupa serbuk gergaji.
Salah satu pemanfaatan limbah padat kelapa dan
serbuk gergaji adalah dengan memanfaatkannya sebagai
sumber energi terbarukan atau sebagai bahan bakar
alternatif. Salah satu bentuk pemanfaatannya adalah
sebagai briket arang. Briket arang dengan bahan baku
tempurung kelapa memiliki nilai kalor terbesar diantara
briket biomassa lainya yaitu 5780 kal/gr dan
menimbulkan asap yang berwarna hitam sebesar 44%,
sedangkan briket dengan bahan baku serbuk gergaji kayu
jati memiliki nilai kalor sebesar 5479 kal/gr dengan asap
yang ditimbulkan berwarna putih sebesar 43,9 %
(Jamilatun, 2008).
Penggunaan briket yang paling besar saat ini
adalah sebagai bahan bakar barbeque sedangkan asapnya
sebagai sishaa. Barbeque merupakan cara memasak
daging dan sejenisnya diatas panggangan dengan briket
sebagai bahan bakarnya. Shisha adalah sejenis alat yang
digunakan untuk mengeluarkan asap dengan air sebagai
penyaring (Webster Online Dictionary, 2017).
Pemanfaatan briket untuk barbeque dan asapnya sebagai
sishaa ini banyak diekspor ke luar Negara Indonesia (Sari,
2011) Sejauh ini tempurung kelapa digunakan sebagai
bahan pokok pembuatan arang dan arang aktif karena
tempurung kelapa merupakan bahan yang dapat
menghasilkan nilai kalor sekitar 6500 7600 kkal/kg.
Selain memiliki Calorific Value yang cukup tinggi,
tempurung kelapa juga cukup baik untuk bahan arang
aktif (Sari, 2011).
Dari sisi produksi, tempurung kelapa, sebagai
bahan utama briket tempurung kelapa masih tergolong
mahal. Untuk menekan biaya produksi perlu adanya
campuran bahan baku lain, dengan tetap memperhatikan
aspek ekonomis dan kualitas. Serbuk gergaji yang
merupakan limbah industri pengolahan kayu menjadi
alternatif bahan campuran briket tempurung kelapa.
Pemanfaatan serbuk gergaji kayu secara optimal sebagai
bahan campuran briket tempurung kelapa merupakan
upaya strategis dalam peningkatan dan pengelolaan hasil
hutan. Ini merupakan bentuk pemanfaatan lain dari serbuk
gergaji selain menjadi briket arang untuk sumber energi,
arang kompos sebagai media peningkat kesuburan tanah,
atau arang kandang (arang plus pupuk kandang)
(Gusmailina, 2010).
Melalui penelitian ini, dilakukan uji coba
pembuatan briket arang tempurung kelapa-serbuk kayu
sengon menggunakan bahan perekat tepung tapioka
(kanji) untuk mendapatkan briket arang tempurung
kelapa-serbuk kayu yang memiliki karakteristik: daya
serap terhadap air rendah, mempunyai kekuatan perekatan
yang baik, mudah didapat dan tidak mengganggu
kesehatan, dan mudah dicampur dengan bahan baku
lainnya, dalam hal ini tepung arang. Perekat dari zat pati,
dekstrin, dan tepung jagung cenderung sedikit atau tidak
berasap. Sedangkan perekat dari bahan ter, pith, dan
molase cenderung lebih banyak menghasilkan asap
(Sarjono, 2013).
2. Bahan dan Metode
2.1 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah
serbuk gergaji kayu sengon, tempurung kelapa, tepung
tapioka, akuades dimana serbuk kayu sengon didapat dari
limbah pemotongan kayu sengon di Gunung Pati
Semarang, sedangkan arang kelapa didapat dari limbah
pengolahan kelapa di Semarang.
2.2 Alat
Penelitian ini menggunakan rangkaian alat klin drum, alat
pengempaan briket, bom kalorimeter, oven, dan alat
screening (Gambar 1.)
Gambar 1. Rangkaian Alat Penelitian
Keterangan:
1. Kompresor
2. Kiln Drum
2.3 Prosedur penelitian
Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan yaitu tahap pirolisis,
tahap pembentukan briket dan tahap pengolahan data
(Gambar 2).
A. Pirolisis
Proses pirolisis dilakukan untuk menghasilkan
arang dari bahan baku. Prosedur pirolisis adalah:
a. Menyambungkan tungku pengarangan dengan
kompresor
b. Mengisi kompresor dengan udara hingga penuh
1
2
Memasukkan 200 gram serbuk gergajian kayu jati atau sengon laut dan tempurung kelapa secara
terpisah ke dalam tungku pengarangan
d. Membakar bahan baku arang hingga menyala
e. Dalam keadaan tungku yang menyala, menutup
tungku pengarangan dan membuka kran keluaran
kompresor
f. Mengatur laju alir udara kompresor pada skala 3
g. Arang terbentuk setelah kira-kira 1 jam.
Gambar 2. Tahapan penelitian
B. Pembentukan briket.
Tahap ini dimaksudkan untuk mencampur arang
dengan perekat dengan komposisi tertentu, seperti yang
ditampilkna pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Campuran arang tempurung kelapa
dan arang serbuk kayu sengon
No Sampel
Komposisi
Bahan Baku
Kelapa (gr)
Komposisi
Bahan Baku
Serbuk
Sengon (gr)
Konsentrasi
Perekat (%)
1
2,56
2,44
2
2
2,31
2,69
4,15
3
3,45
1,55
3,71
4
1
4
4,68
5
4
1
5,45
6
3,1
1,9
7
7
2,31
2,69
4,15
8
4
1
2
9
2,05
2,95
6,08
10
1
4
2
11
1
4
7
Proses pencampuran dilanjutkan dengan proses
pencetakan dan pengeringan. Prosedurnya adalah:
a. Menimbang arang kelapa dan arang kayu sengon laut
masing-masing sesuai dengan data pada Tabel 1 (ada
11 data)
b. Mencampur kedua jenis arang dengan perekat kanji
sesuai dengan data pada Tabel 1 (ada 11 data)
c. Press campuran arang dan perekat hingga padat untuk
mendapatkan briket yang diinginkan
d. Mengeringkan briket campuran yang telah dipres
hingga 2 hari di bawah terik sinar matahari
e. Mengukur nilai kalor dari 11 komposisi campuran
arang (Tabel 1) dengan alat bom kalorimeter (metode
ASTM D-2015)
C. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
metode Response Surface Methodology (RSM). Metode
ini merupakan metode gabungan antara teknik
matematika dan teknik statistik. Metode ini digunakan
untuk membuat model dan menganalisa suatu respon y
yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas/faktor x
guna mengoptimalkan respon tersebut. Hubungan antara
respon y dan variabel bebas x ditunjukan pada persamaan
1 (Faulina, Andari, Anggraeni, 2011).
Y = f(X1, X2,...., Xk) + ε) ..... (1)
dimana:
Y = variabel respon
Xi = variabel bebas/ faktor ( i = 1, 2, 3,...., k )
ε = error
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil analisis nilai kalor masing-masing sampel
ditunjukan pada Tabel 3.
3.1 Pengaruh Komposisi
Kualitas briket arang pada umumnya ditentukan
berdasarkan sifat fisik dan kimianya antara lain
ditentukan oleh kadar air, kadar abu, kadar zat menguap,
kadar karbon terikat, kerapatan, keteguhan, tekan, dan
niali kalor. Sedangkan standar kualitas secara baku untuk
briket arang Indonesia mengacu pada Standar Nasional
Indonesia (SNI) dan juga mengacu pada sifat briket arang
buatan Jepang, Inggris, dan USA seperti pada Tabel 2
(Yulistina, 2001).
Tabel 2. Sifat briket arang buatan Jepang, Inggris, USA,
dan Indonesia (Yulistina, 2001)
Jepang
Inggris
Amerika
SNI
06-08
3,6
6,2
8
15-30
16,4
19-28
15
003-
006
5,9
8,3
8
60-80
75,3
60
77
1,0-1,2
0,46
1
-
60-65
12,7
62
-
6000-
7000
7289
6230
5000
Hasil percobaan ini sendiri menunjukkan bahwa
pencampuran arang serbuk gergaji kayu sengon dan

tempurung kelapa memberikan pengaruh yang sangat
nyata terhadap nilai kalor briket arang. Hal ini terlihat
Tabel 3 dimana nilai kalor paling tinggi didapat pada
komposisi nomor 4 yaitu 5738 kal/gr. Nilai kalor terendah
dihasilkan oleh komposisi nomor 1 yaitu 4638 kal/gr.
Tinggi rendahnya nilai kalor dipengaruhi oleh komposisi
dari briket itu sendiri. Semakin tinggi komposisi
tempurung kelapa maka nilai kalor akan semakin tinggi.
Hal ini karena nilai kalor tunggal untuk tempurung kelapa
lebih besar yaitu 5780 kal/gr dibanding kayu sengon yang
hanya 4248 kal/gr (Jamilatun, 2008).
Hasil ini bisa dibandingkan dengan nilai kalor
briket buatan Jepang (6000 kal/gr -7000 kal/gr), Amerika
(6230 kal/gr), Inggris (7289 kal/gr), dan Indonesia (5000
kal/gr). Merujuk kepada standar-standar ini maka
diketahui bahwa nilai kalor briket arang serbuk gergajian
kayu tidak memenuhi syarat untuk briket arang buatan
Amerika, Inggris, dan Jepang. Walaupun demikian, briket
ini memenuhi syarat untuk briket arang buatan Indonesia
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, yaitu untuk
briket dengan komposisi nomor 1,2,3,5,6,7, dan 8.
Hubungan antara komposisi briket dengan nilai
kalor pada perekat yang sama bisa dilihat pada Gambar 2.
Tabel 4. Hasil analisis nilai kalor masing-masing sampel
No
Sampel
Komposisi
Bahan
Baku
Kelapa (gr)
Komposisi
Bahan Baku
Serbuk
Sengon (gr)
Konsentrasi
Perekat (%)
Nilai
Kalor
(kal/gr)
1
2,56
2,44
2
5457
2
2,31
2,69
4,15
5263
3
3,45
1,55
3,71
5311
4
1
4
4,68
4402
5
4
1
5,45
5699
6
3,1
1,9
7
5298
7
2,31
2,69
4,15
4961
8
4
1
2
5732
9
2,05
2,95
6,08
4692
10
1
4
2
4638
11
1
4
7
4402
4000
4500
5000
5500
6000
012345
Nilai Kalor (kal/gr)
Komposisi Baha Baku Kelapa+Serbuk Sengon
Gambar 2. Hubungan Komposisi dengan nilar kalor pada
prosentase perekat yang sama
3.2 Pengaruh Perekat
Hasil uji nilai kalor briket sampel dan bahan
perekat menunjukkan bahwa semakin banyak komposisi
perekat, maka nilai kalor akan semakin rendah. Hal ini
karena bahan perekat memiliki sifat sukar terbakar dan
membawa lebih banyak air sehingga panas yang
dihasilkan terlebih dahulu digunakan untuk menguapkan
air dalam briket (Gandhi, 2009).
Pengujian nilai kalor yang telah dilakukan
(Gambar 3), menunjukkan bahwa briket yang mempunyai
nilai kalor paling tinggi adalah briket dengan komposisi
perekat tepung kanji 2 % sebesar 4638 kalori/gram.
Sedangkan nilai energi yang paling rendah adalah briket
dengan perekat 7% sebesar 4402.
Hasil penelitian menunjukan bahwa briket arang
dengan tepung kanji sebagai bahan perekatnya akan
sedikit menurunkan nilai kalornya bila dibandingkan
dengan nilai kalor kayu dalam bentuk aslinya (Sudrajat,
Soleh, 1994). Kelemahan perekat kanji atau tapioka
mempunyai sifat tidak tahan terhadap kelembaban. Hal ini
disebabkan tapioka mempunyai sifat dapat menyerap air
dari udara. Kadar perekat dalam briket tidak boleh terlalu
tinggi karena dapat mengakibatkan penurunan mutu briket
arang yang sering menimbulkan banyak asap.
4350
4400
4450
4500
4550
4600
4650
0 2 4 6 8
Nil ai Kal or (kal /gr)
Kadar Perkat (%)
Gambar 3. Hubungan kadar perekat dengan nilai kalor pada
komposisi yang sama
3.3 Modeling Nilai Kalor Biket
Setelah pembentukan briket dan mengujinya dengan bom
kalorimeter untuk menguji nilai kalor briket. Dalam
percobaan ini peneliti menggunakan metode Response
Surface Methodology (RSM) dengan Optimum Design,
dimana menggunakan faktor 1 (min= 1, max=4) dan
faktor 2 (min=2, max 7). Sesuai dengan tujuan percobaan
diatas maka didapatkan pemodelan nilai kalor, dengan
persamaan 2 sebagai berikut :
Nilai Kalor (kal/gr) = 4601,96+516,61X1-237,40X2-
38,55X12+15,66X1X2+16,45X22
…. (2)
Dengan R2= 87,65%
Dimana X1 : Komposisi ; dan X2 : Kadar Perekat Kesimpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin banyak komposisi bahan yang memiliki kalor
lebih tinggi maka nilai kalor campuran briket akan
semakin tinggi, karena nilai kalor tunggal dari suatu
bahan beberapa diantaranya dipengaruhi oleh massa jenis,
kadar abu, dan kadar air dari suatu bahan. Semakin tinggi
kadar perekat maka nilai kalor akan berkurang,
dikarenakan perekat memiliki sifat yang sukar terbakar
dan bersifat menyerap air. Model persamaan empiris yang
diperoleh dari hasil percobaan adalah diungkap pada
Persamaan 2.
Disarankan dalam penelitian selanjutya perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penambahan
bahan yang memudahkan pada proses penyalaan sehingga
tidak lagi memberikan umpan untuk menyalakan briket
dengan minyak tanah. Untuk mendapatkan kualitas briket
yang lebih baik, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai komposisi campuran briket dengan bahan lain.
Untuk mendapatkan rendemen pengarangan yang lebih
tinggi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
pengaruh penggunaan tungku pengarangan. Disamping itu
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
desain tungku briket terhadap lamanya waktu dan jumlah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar